Sabtu, 26 Juli 2008

Tulisan orang asing tentang JAKARTA KITA

JAKARTA PERLU PERBAIKAN
Oleh Andre Vitchek (Worldpress. org 26 July 26 2007)

Pada saat ini, gedung pencakar langit, jalanan macet dipadati oleh ratusan ribu kendaraan, dan mal-mal raksasa telah menjadi pusat kebudayaan Jakarta, yang nota bene merupakan kota terbesar ke-4 di dunia. Terjepit diantara gedung tinggi, terhampar perkampungan dimana bermukim sebagian besar penduduk Jakarta yang tidak memiliki akses sanitasi dasar, air bersih atau pengelolaan limbah.

Disaat hampir semua kota-kota utama lain di Asia Tenggara menginvestasikan dana besar-besaran untuk transportasi publik, taman kota, taman bermain, trotoar besar, dan lembaga kebudayaan seperti museum, gedung konser, dan pusat pameran, Jakarta tumbuh secara BRUTAL dengan berpihak hanya pada PEMILIK MODAL dan TIDAK PEDULI akan nasib mayoritas penduduknya yang MISKIN. Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri, sehingga mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau Singapura, Hanoi atau Bangkok . Liputan dan statistik pembanding juga jarang ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing
Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta sebagai kota "modern", "kosmopolitan" , dan "metropolis". Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi Jakarta yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan.
Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman bermain yang besar, pantai dan jalan setapak dipinggir laut yang indah. Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor. Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang tak masuk akal di belahan lain dunia.
Beberapa taman publik kecil kondisinya menyedihkan dan tidak aman. Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota (tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar "internasional" ). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beberapa kota di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota. Trotoar yang lebar merupakan sarana transportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk.
Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak ada keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di bagian lain dunia.
Sebagian besar kota-kota dunia, ingin dikunjungi dan dikenang akan kebudayaannya. Singapura sedang berupaya mengubah citra kota belanjanya menjadi jantung kesenian Asia Tenggara. Esplanade Theatre yang monumental telah mengubah wajah kota Singapura, dimana ia menawarkan konser musik klasik, balet, dan opera internasional kelas satu, disamping pertunjukan artis kontemporer kawasan. Banyak pertunjukan yang disubsidi dan seringkali gratis atau murah, bila dibandingkan dengan pendapatan warga kota yang relatif tinggi. Kuala Lumpur menghabiskan $100 juta untuk membangun balai konser philharmonic yang terletak persis dibawah Petronas Tower , salah satu gedung tertinggi di dunia. Balai konser prestisius dan impresif ini mempertunjukkan grup orkestra lokal dan internasional. Kuala Lumpur juga sedang menginvestasikan beberapa juta dolar untuk memugar museum dan galeri, dari Museum Nasional hingga Galeri Seni Nasional.
Hanoi bangga akan budaya dan seninya, yang dipromosikan guna menarik jutaan turis untuk mengunjungi galeri-galeri lukisan yang tak terhitung jumlahnya, dimana lukisan tersebut merupakan salah satu yang terbaik di AsiaTenggara. Gedung Operanya yang dipugar secara reguler mempertunjukkan pagelaran musik Asia dan Barat.
Candi-candi dan istana kolosal di Bangkok eksis berdampingan dengan teater dan festival film internasional, klub jazz yang tak terhitung jumlahnya, dan juga pilihan kuliner otentik dari segala penjuru dunia. Kalau bicara musik dan kehidupan malam, tak ada kota di Asia Tenggara yang semeriah Manila. Nah, sekarang balik ke Jakarta. Siapapun yang bernah berkunjung ke "perpustakaan umum" atau gedung Arsip Nasional pasti tahu bedanya.
Tak heran, dalam pendidikan Indonesia, budaya dan seni tidak dianggap "menguntungkan" (kecuali musik pop), sehingga menjadi tidak relevan. Indonesia merupakan negara dengan ANGGARAN PENDIDIKAN TERENDAH nomor 3 di dunia (menurut The Economist, hanya 1,2% dari PDB) setelah Guyana Khatulistiwa dan Ekuador (di kedua negara tersebut keadaan sekarang berkembang cepat berkat pemerintahan baru yang progresif) Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat> seperti berasal dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun kesemuanya. Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik. Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan, meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan ketiadaan dana.
Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang swasta yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin (mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari perumahan hingga ke area publik. Sedangkan beberapa dekade yang lalu di Singapura, dan baru-baru ini di Kualalumpur, mereka berhasil menghilangkan total perkampungan kumuh dari wilayah kota, namun Jakarta tidak mampu atau tidak mau memberikan warganya perumahan bersubsidi dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan air ledeng, listrik, sistem pembuangan limbah, taman bermain, tr otoar dan sistem tr ansportasi massal. Selain Singapura, Kualalumpur dengan berpenduduk hanya 2 juta jiwa memiliki satu jalur Metr o (Putra Line), satu monorail, beberapa jalur LRT Star yang efisien, dan jaringan keretaapi kecepatan tinggi yang menghubungkan kota dengan ibu kota baru Putrajaya. Sistem "RApid" memiliki ratusan bus modern, bersih, dan ber-AC. Tarifnya disubsidi, tiket bus Rapid hanya sekitar 2 Ringgit (kuranglebih Rp 4600) untuk penggunaan tak terbatas sepanjang hari di jalur yang sama.
Tiket abonemen bulanan dan harian yang sangat murah juga tersedia. Bangkok menunjuk kon tr aktor Siemens dari Jerman untuk membangun 2 jalur panjang "Sky Train" dan satu jalur metro. Bangkok juga memanfaatkan sungai dan kanal sebagai tr ansportasi publik dan objek wisata. Pemerintahan kota Bangkok juga mengklaim bahwa mereka sedang membangun jalur tambahan sepanjang 80 km untuk sistem tersebut guna meyakinkan penduduk untuk meninggalkan mobil mereka di rumah dan memanfaatkan tr ansportasi umum. Bus-bus kuno yang berpolusi sudah sepenuhnya dilarang beroperasi di Hanoi , Singapura, Kualalumpur, dan Bangkok. Jakarta? Berkat korupsi dan pejabat pemerintahan yang tak kompeten, Jakarta tenggelam dalam kondisi yang berkebalikan dengan> kota-kota tersebut. Mercer Human Resource Consulting, dalam laporannya tentang kualitas hidup, menempatkan Jakarta di posisi setara dengan kota-kota miskin di Afrika dan Asia Selatan, bahkan dibawah kota Nairobi dan Medellin Walaupun Jakarta menjadi salah satu ibukota terburuk di dunia, hidup disana tidaklah murah.
Menurut Survey Mercer Human Resource Consulting tahun 2006, Jakarta menduduki peringkat 48 kota termahal di dunia untuk ekspatriat, jauh di atas Berlin (peringkat 72), Melbourne (74) dan Washington DC (83). Nah, kalau untuk ekspatriat saja mahal, apalagi buat penduduk lokal yang pendapatan perkapita DIBAWAH $1000?? Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus. Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh dibelakang ibukota lain negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, transportasi, dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan kebanggaan dan mesti belajar dari Kualalumpur, Singapura, Brisbane, dan bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port Moresby, Manila, danHanoi. Data statistik harus tr ansparan dan tersedia luas. Warga harus> belajar bertanya dan bagaimana untuk memperoleh jawaban dan akuntabilitas. Hanya kalau mereka memahami seberapa dalamnya kota mereka telah terperosok, maka barulah ada harapan. "Kita harus berhati-hati, " kata produser film Malaysia dalam perayaan tahun baru di Kualalumpur. "Malaysia punya banyak masalah. Kalau kita tidak hati-hati, dalam 20-30 tahun Kualalumpur akan bernasib sama seperti Jakarta!" Dapatkah pernyataan ini dibalik? Mampukah Jakarta menemukan kekuatan dan solidaritas untuk mobilisasi sehingga dapat menyaingi Kualalumpur? Mampukah kecukupan mengatasi keserakahan? Dapatkah korupsi diberantas dan diganti dengan kreatifitas? Akankah ukuran vila pribadi mengecil, dan kawasan hijau, perumahan publik, taman bermain, perpustakaan, sekolah dan rumah sakit berkembang pesat? Orang luar seperti saya hanya dapat mengamati, bercerita, dan bertanya. Dan hanya masyarakat Jakarta yang punya jawaban dan solusinya.** *
Jakarta: In Dire Need of Improvement Andre Vltchek, Worldpress.org contributing editor, July 26, 2007

Jumat, 25 Juli 2008

REVOLUSI hIJAU II (artikel UGM)

ARTIKEL DOSEN UGM:


A.Revolusi Hijau

Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan makanan pokok asal serealia.Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial.
Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.

B.Pestisida dan Pupuk Buatan

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan terjadinya peledakan hama suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.

Namun, mitos obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian petani. Mereka tidak paham akan bahaya pestisida. Hal ini disebabkan karena informasi yang sampai kepada mereka adalah ‘jika ada hama, pakailah pestisida merek A’. para petani juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-ruah jika mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah ‘antek-antek’ pedagang yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini. Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah, sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.

C. Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya

Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia pertanian.Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras.
Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintahBahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung meningkat.
Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani. Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat: Berbagai organisme penyubur tanah musnahKesuburan tanah merosot / tandus Tanah mengandung residu (endapan pestisida) Hasil pertanian mengandung residu pestisidaKeseimbangan ekosistem rusakTerjadi peledakan serangan dan jumlah hama.Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini. Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah).

Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah. Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada penderitaan kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang. Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan dari sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan dalam masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”. Telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi

ARTIKEL 2 :

Mungkinkah Terjadi Revolusi Hijau Babak II?
Oleh : Irham (UGM)

REVOLUSI hijau (green revolution) telah menjadi "icon" dalam pembangunan pertanian pada awal tahun tujuhpuluhan hingga delapan puluhan. Revolusi hijau dianggap sebagai "juru selamat" bagi sektor pertanian, khususnya di negara berkembang yang kala itu dicirikan oleh: produktivitas rendah, umur panjang, pertumbuhan yang rendah serta kesejahteraan petani yang minim. Oleh karena itu, tanpa revolusi hijau sulit dibayangkan bagaimana produksi pertanian akan mampu memberi makan bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat.
Di Indonesia, gerakan revolusi hijau tidak lepas dari peranan Clifford Geerts melalui tulisannya "Involusi Pertanian". Geerts melihat bahwa pertanian di Indonesia saat itu mengalami apa yang disebutnya "involusi", suatu ungkapanuntuk menyatakan bahwa perkembangan pertanian seperti "jalan di tempat". Menyadari akan fenomena tersebut disertai gencarnya gerakan revolusi hijau dunia, maka pemerintah orde baru meresponsnya dengan program intensivikasi pertanian. Maka dilaksanakanlah program Bimbingan Massal (Bimas), intensivikasi Massal (Inmas), Intensivikasi Khusus (Insus ), Supra Insus dan seterusnya. Melalui revolusi hijau ini perubahan wajah pertanian sangat kelihatan, mengubah Indonesia dari pengimpor utama hingga berhasil swasembada beras tahun 1994/1995.

Ciri yang sangat menonjol dari revolusi hijau adalah penggunaan benih (varietas) unggul. Pada tahun 1967/ 1968 diluncurkan benih PB 5 dan PB 8 yang dikenal sebagai bibit ajaib karena hasilnya yang spektakuler. Disusul benih-benih unggul yang dikeluarkan oleh International Rice Research Institute (IRRI) yang ada di Filipina seperti IR 36, IR 48, IR 54, IR 64, dan lain-lain menggantikan bibit lokal seperti bengawan, rajalele, unus, mentik, cianjur, dsb. Benih unggul ini membutuhkan sistem pengairan yang teratur sehingga pembangunan infrastruktur irigasi dilakukan secara besar-besaran. Introduksi benih baru juga membawa konsekuensi baru dalam penggunaan input kimia secara besar-besaran dan berlebihan seperti pupuk Urea, TSP, KCL dan pestisida.

Sejak tahun 90an, gerakan revolusi hijau seperti mengalami titik balik. Kritik tajam hingga gerakan anti revolusi hijau kemudian bermunculan. Ongkos yang harus dibayar oleh program revolusi hijau ini adalah hilangnya institusi lokal, musnahnya keanekaragaman sumber daya hayati, menurunnya kualitas tanah, serta menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan. Bahkan, meskipun revolusi hijau telah berhasil meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian secara menakjubkan, akan tetapi gagal dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan kemandirian pertanian. Inilah ongkos terbesar yang harus dibayar karena pertanian di Indonesia menjadi sangat bergantung pada industri raksasa pertanian dunia mulai dari pengadaan benih, pupuk, pestisida, hingga mesin-mesin pertanian. Apalagi hampir semua proyek-proyek besar pertanian (seperti pembangunan irigasi, pembelian alat-alat pertanian, dll) harus dibayar dengan utang. Sejak saat itulah kemandirian bangsa menjadi sirna karena bangsa ini tidak lagi mampu menghasilkan sendiri sampai pada iput dasar sekalipun.

Yang menarik adalah bahwa sekarang ini terjadi lagi involusi pertanian. Sebut saja involusi pertanian II, yang ternyata lebih parah lagi dibanding yang pertama. Involusi tidak hanya terjadi tingkat usaha tani, akan tetapi juga terjadi di pemerintahan (departemen pertanian), dinas pertanian, penyuluh pertanian, bahkan pendidikan tinggi pertanian sekalipun. Ciri-cirinya nampak sekali: produktivitas yang stagnan, kesejahteraan petani tak kunjung tiba, perkembangan pertanian jalan di tempat serta institusi pertanian yang mandeg. Gejala ini sudah bisa dideteksi sejak pertengahan tahun 1990. Saat itu telah banyak ahli pertanian yang menengarai terjadinya kejenuhan (levelling off) di sektor pertanian. Pertanyaannya adalah: mungkinkah ada revolusi hijau jilid kedua?

Tadinya saya termasuk di antara yang pesimis tentang kemungkinan adanya revolusi hijau II. Banyak indikator yang mendukung rasa pesimis tersebut. Pertama, sektor pertanian semakin tidak tergarap dengan baik khususnya pasca reformasi. Bahkan memiliki presiden yang doktornya di bidang pertanianpun tidak menjamin keberpihakannya pada pertanian dalam arti yang sebenarnya. Tidak tercermin adanya konsep pembangunan pertanian yang komprehensif. Kebijakan impor lebih disukai ketimbang membangun kemandirian bangsa di sektor ini.

Kedua, otonomi daerah ternyata telah memperparah situasi ini. Maju tidaknya sektor pertanian sangat ditentukan oleh bupati atau gubernur apakah yang bersangkutan pro pertanian atau tidak. Bupati yang pro pertanian akan berupaya membuat program-program yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani secara nyata. Akan tetapi, bupati yang tidak suka dengan pertanian akan membuat pertanian menjadi semakin terpuruk, misalnya dengan kebijakan yang membuat hilangnya lahan-lahan pertanian yang subur untuk peruntukan lain.

Ketiga, dengan otonomi daerah Departemen Pertanian tidak lagi selincah dulu karena sudah tidak memiliki "tangan dan kaki" di daerah untuk memuluskan program-programnya. Oleh karena itu berjalannya program departemen pertanian akan sangat ditentukan oleh tingkat responsivitas daerah. Hal seperti ini menjadi tidak sehat karena program sektor pertanian yang komprehensif menjadi sulit diwujudkan.

Setelah melihat perkembangan terakhir, rasa pesimisme akan terjadinya revolusi hijau II menjadi berkurang. Inovasi-inovasi baru di bidang pertanian yang ramah lingkungan dan penggunaan input yang lebih rendah mulai bermunculan di masyarakat dibantu oleh LSM-LSM yang peduli. Pertanian organik semakin marak di mana-mana. Industri pupuk dan pestisida organik lokal juga mulai bermunculan. Bahkan rasa optimis meningkat setelah seorang putra terbaik bangsa, Umar Hasan Saputra, menemukan nutrisi yang dikenal dengan NS (Nutrisi Saputra) yang mampu meningkatkan produksi hampir dua kali lipat. Konon menurut penemunya, kelebihan dari nutrisi ini adalah hemat penggunaan pupuk, panen lebih cepat, dapat digunakan untuk berbagai tanaman, dan ramah lingkungan. Bahkan Saputra diundang secara khusus oleh presiden beserta para menteri dan gubernur atas temuannya ini.

Sudah cukupkah itu? Tentu saja belum. Belajar dari revolusi hijau I, keberhasilan program tersebut tidak lain karena dukungan penuh dari pemerintah. Institusi pertanian yang mendukung gerakan ini juga dibangun secara lebih tertata. Lembaga-lembaga riset dibidang pertanian digalakkan. Perguruan tinggi ikut terlibat dalam pelaksanaannya. Banyak jenis varietas baru dan konsep kebijakan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Namun revolusi hijau I menyisakan masalah yang tidak mudah untuk dipecahkan yakni kemandirian petani. Pemerintah orde baru tanpa terasa telah menciptakan ketergantungan petani yang besar terhadap pemerintah. Pemerintah menentukan hampir semua aspek pengelolaan usaha tani. Melalui peraturan, petani tidak memiliki kebebasan untuk menanam komoditas yang diinginkan bahkan yang menguntungkan sekalipun. Petani lebih dipandang sebagai objek daripada sebagai subjek pembangunan. Akibatnya, setelah masa orde baru berlalu, maka petani menjadi kesulitan untuk mandiri.

Potensi masyarakat untuk membangun pertanian dan petani yang mandiri sudah berkembang pesat. Temuan-temuan baru yang mengarah pada pertanian yang lebih mandiri dan ramah lingkungan mulai nampak di permukaan. Akan tetapi pemerintah yang sekarang belum mau belajar dari kegagalan revolusi hijau I. Setiap program yang dilaksanakan masih berbau "proyek" dan bersifat rutinitas dengan capaian yang tidak jelas. Oleh karena itu, perilaku yang demikian harus segera direformasi yakni membenahi struktur birokrasi pertanian yang mengalami involusi tersebut. Sudah semestinya pemerintah 'merajut' seluruh potensi masyarakat, lembaga penelitian, perguruan tinggi pertanian, dan LSM dalam rangka membangun sistem pertanian yang mandiri dan berkesinambungan. Kalau tidak, maka revolusi hijau II hanya akan menjadi angan-angan belaka. Alhasil, semakin terpuruklah pertanian di negeri ini

REVOLUSI HIJAU

REVOLUSI HIJAU
Penduduk dunia terus bertambah, terutama di negara-negara berkembang. Keadaan tersebut harus diiringi/didukung oleh peningkatan kebutuhan akan pangan. menurut apa yang dinyatakan Thomas Robert Malthus, bahwa perkembangan manusia akan selalu lebih cepat dinadingkan dengen kecepatan produksi bahan makanan. Oleh karena itu, kata Maltus, pada suatu waktu akan tiba saatnya, manusia kekurangan bahan makanan, jika tidak diimbangi oleh kemampuan mengatasinya.
Kemampuan sumber daya alam sebagai penghasil pangan adalah sangat terbatas. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan sumber daya alam yang pada akhirnya ditujukan bagi pengembangan produksi pangan.

PENGERTIAN REVOLUSI HIJAU
Secara harafiah Revolusi Hijau (Green Revolution) berarti adalah perubahan secara cepat dalam memproduksi bahan makanan. Asumsinya berangkat dari hipotesa Produksi bahan makanan tidak akan mencukupi yang dibutuhkan manusia jika hanya mengandalkan cara berproduksi tradisional.

Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Peningkatan tersebut dengan cara mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern, yakni pertanian dengan memanfaatkan atau menggunakan teknologi lebih maju dari waktu sebelumnya. Jadi revolusi hijau terletak pada pemanfaatan hasil penemuan teknologi up to date.

Revolusi hijau dikenal juga sebagai Revolusi Agraria. Dengan Revolusi ini para petani ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada cuaca dan alam karena meningkatnya peran ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Jenis bahan makanan yang mendapat prioritas adalah jenis bahan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia, seperti gandum, jagung, padi dan sorgum.

Terdapat dua metode untuk meningkatkan produksi bahan makanan, yakni metode ekstensifikasi dan Intensifikasi. Metode Ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas lahan pertanian dalam meningkatkan produksi bahan makanan. Denga metode ini maka akan dibuka lahan-lahan baru untuk ditanami, entah dengan membuka hutan, mengubah lahan tandus menjadi lahan produktif. Sedangkan metode Intensifikasi adalah dengan cara meng-intensif-kan lahan pertanian yang ada, supaya produktivitas lahan terus meningkat. Metode yang kedua ini dengan cara menggunakan (1) bibit unggul, (2) memakai pupuk kimia / buatan, (3) saluran irigasi yang baik, (4) pengobatan atau pemakaian Pestisida, Insektisida dan Fungisida, (5) kegiatan Penyuluhan Pertanian, (6) lancarnya transportasi dan komunikasi, (7) serta kegiatan pemasaran yang baik

Pada awalnya kegiatan ini banyak ddan didanai oleh Ford & Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi diFilipina (1960). Revolusi hijau menekankan pada pada tanaman SEREALIA: padi, jagung, gandum, dan lain-lain.

CIRI-CIRI REVOLUSI HIJAU
  1. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi, atau istilah lainnya MONOKULTUR. Teknik ini dilakukan dikarenakan perhitungan pragmatis, bahwa jika tanaman yang sama, maka kebutuhan akan obat dan pupuk juga akan sama. Jadi mempermudah merawatnya
  2. Penggunaan bibit yang unggul yang tahan terhadap penyalkit tertentu dan juga hanya cocok ditanam dilahan tertentu. Kemajuan teknologi dengan teknik kultur jaringan, memungkinkan memperoleh varietas tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Dan dengan penelitian terus menerus, maka semakin hari umur tanaman makin pendek.
  3. Pemanfaatan teknologi maju. Misalnya bajak oleh binatang, digantikan oleh mesin traktor. Dampaknya adalah semakin hemat tenaga kerja, tetapi akan memerlukan modal yang besar.

REVOLUSI HIJAU DI INDONESIA
Dilakukan dengan EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI pertanian. Ekstensifikasi dengan perluasan areal, seperti membuka hutan untuk lahan pertanian baru. Terbatasnya areal, menyebabkan pengembangan lebih banyak pada intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, yaitu:

  1. Teknik pengolahan lahan pertanian
  2. Pengaturan irigasi
  3. Pemupukan
  4. Pemberantasan hama
  5. Penggunaan bibit unggul


DAMPAK POSITIF REVOLUSI HIJAU
Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada.


PERMASALAHAN DAN DAMPAK NEGATIF

  1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
  2. Penurunan keanekaragaman hayati.
  3. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan lahan dan tanaman pada pupuk.
  4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten

CATATAN REVOLUSI HIJAU SELAMA MASA ODE BARU : Pada tahun 70-an dikenal dengan Revolusi Hijau ala Indonesia, yaitu Bimas. Penguasa-pun mati-matian berusaha mensukseskan program. Ada program subsidi terhadap pupuk, kredit pertanian, penetapan harga dasar gabah, diberdirikannya Bulog, pembangunan irigasi dari pinjaman luar negeri, penanaman bibit yang seragam, hingga penyuluhan.
Setelah Bimas dianggap gagal memacu pertumbuhan di sektor pertanian tanaman pangan, pemerintah memperkenalkan Inmas. Dengan tambahan program penanggulangan hama dan penyakit tanaman dalam Inmas, sebenarnya Inmas ini tidak jauh berbeda dengan Bimas.


Jika dilihat dari paradigma yang dipakai = pertumbuhan ekonomi, maka pelaksanaan Bimas maupun Inmas bisa dikatakan berhasil. Di tahun 80-an produktivitas pertanian padi meningkat mencapai dua kali lipat dibanding tahun 60-an. Bahkan pada tahun 1985, Indonesia bisa mewujudkan swasembada beras selama empat tahun. Setelah itu negeri ini kembali menjadi pengimpor beras terbesar hingga saat ini.


Namun keberhasilan tersebut bukan tanpa resiko. Pengorbanan untuk sebuah "swasembada" sangat mahal. Keinginan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi telah membuat penguasa bertindak sangat kejam terhadap masyarakat lemah.Di satu sisi harus diakui bahwa Bimas dan Inmas sebagai bentuk Revolusi Hijau ala Indonesia telah melepaskan petani dari pertanian tradisional. Namun itu tidak berarti telah mensejahterakan petani.


Bagi petani yang memiliki lahan luas program Inmas dan Bimas memang dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tetapi bagi petani gurem dan ini yang menjadi mayoritas petani di negeri ini, program-program tersebut justru telah menjerat mereka ke dalam ketergantungan yang semakin dalam yang pada akhirnya memperpanjang proses pemiskinan mereka.
Dengan paket yang ada dalam Bimas maupun Inmas, petani harus mengikuti pola produksi yang telah ditetapkan. Pupuk kimia, pola tanam yang seragam, penggunaan bibit yang terkadang dengan merk tertentu, dan biasanya dibuat oleh pabrik tertentu, serta pestisida atau obat-obat pertanian lainnya yang juga telah distandarkan. Semua itu membuat petani tergntung pada industri bibit, pupuk dan pestisida kepada produsen tertentu.


Hal ini menjadi dilema, sebab Tidak hanya itu, keragaman bibit lokal yang dimiliki petani secara turun temurun, kini telah beralih tangan. Sebelum Revolusi Hijau, kita memiliki hampir 10.000 macam jenis bibit padi lokal. Semuanya tersimpan dalam IRRI (International Rice Research Institute) di Filipina dan menjadi milik AS. Kini hanya tinggal sekitar 25 jenis bibit padi lokal yang masih tersisa di Indonesia.


Sungguh memprihatinkan.


Kearifan petanipun dimatikan dengan penyeragaman. Kemandirian digantikan dengan ketergantungan. Keseimbangan lingkungan dan sosial terganggu akibat penggunaan bahan-bahan kimia non organik tinggi seperti pupuk buatan, insektisida, pestisida, fungisida dan herbisida. Demi mengejar pertumbuhan tadi, pemakaian bahan-bahan kimia tadi dilevel petani dipergunakan secara serampangan. Berpuluh-puluh tahun petani hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan oleh penguasa melalui penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan penyuluh pertanian spesial (PPS). Petani hanya menjadi pelaksana program ditanahnya sendiri.

Kepemimpinan lokal yang biasa tumbuh diantara petani pelan tapi pasti akhirnya ter-musnah-kan. Begitu pula proses belajar mengajar di antara mereka. Struktur organisasi tradisional dirusak dan dibuat seragam. Dibentuk dari atas secara sentralistik dan bukan lahir atas kesadaran sendiri dan sesuai kebutuhan mereka. Berpuluh tahun petani menjadi kelompok masyarakat bisu yang hanya bisa mendengar tetapi tidak bisa bersuara. Situasi itu berlangsung hingga saat ini. Petani selalu dalam posisi paling pinggir dan dipinggirkan. Bahkan untuk meminta pemerintah memenuhi janjinya yang dinyatakan sendiri dalam Instruksi Presiden tentang harga dasar gabah saja petani tidak mampu.


Tidak hanya itu, paket Revolusi Hijau yg menggunakan teknologi dan sarana produksi dari negara barat pada dasarnya mengabaikan keberadaan perempuan disektor pertanian. Diperkenalkannya bibit baru telah meniadakan peran perempuan sebagai penyeleksi benih di usaha tani keluarganya. Begitu pula saat panen. Tidak lagi dilakukan dengan ani-ani tetapi dengan sabit. Peran perempuan dengan sendirinya telah digantikan. Juga dalam proses-proses pasca panen selanjutnya.


Dengan kebijakan pangan murah, pemerintah beranggapan dapat menekan inflasi tanpa memikirkan dampaknya terhadap keluarga petani yang notabene adalah bagian terbesar dari negri ini. Petani hampir sepanjang masa menerima imbalan yang tidak memadai. Dalam dua masa panen tahun 2000 ini, petani selalu menerima harga dibawah harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Harga berkisar antara 700 s/d 900/kg untuk gabah kering. Padahal harga dasar yang ditetapkan adalah antara Rp. 1.020 sampai dengan Rp. 1.065/kg.


Rendahnya harga gabah yang diterima petani pada dua musim lalu mempunyai alasan yang sama, yaitu melimpahnya gabah dan beras dipasaran, dan pada saat panen raya tersebut ditambah banjir beras impor yang lebih murah dari beras lokal. Lalu jika alasan itu pula yang diberlakukan untuk panen diantara dua panen raya tersebut, lalu kapan petani akan memperoleh harga yang layak? Sulit memang menjadi petani. Dulu kita menolak tanam tebu karena harganya suka dimainkan. Sehingga kalau panen yang ada cuma rugi dan utang. Sekarang sudah bebas boleh menanam apa saja. Kita menanam padi, ketika panen harganya anjlok. Terus harus menanam apa?

Sabtu, 19 Juli 2008

Soekarno, Semaun, SM Kartosoewirjo

Saya penggemar novel awal abad 20 ketika tiga anak muda berguru pada orangyang sama. Ketiga anak muda itu adalah Semaun, Soekarno dan Sekarmaji. Guruketiga orang itu adalah pemimpin Sarekat Islam yang ditakuti Belanda : HajiOemar Said Tjokroaminoto.Soekarno selalu terkenang-kenang saat dia indekost di Surabaya itu,bertetangga kamar dengan Semaun yang tergila-gila dengan Karl Marx danSekarmaji yang pendiam namun tekun menyimak ajaran Pak Tjokro.
Suatu malam,pemuda Soekarno yang tengah berlatih pidato di dalam kamar diusili Semaundengan menirukan semua kata-kata yang diucapkannya. Sekarmaji di kamar laintengah asyik sholat tahajud.Diolok-olok begitu Soekarno tidak marah, malah mereka saling melempar joke.Akrab.Siapa nyana sejarah kemudian menentukan bahwa ketiganya harus berseterudalam konstruksi ideologis yang berbeda ?Nasionalisme Soekarno mengandung semangat Islamisme dan Marxisme. Soekarnomenamakannya Marhaenisme. "Inilah dia Marxisme ala Indonesia," kataSoekarno, saat dia sudah menjadi Presiden di tahun 1950-an.Pada tahun 1948 di Madiun, Semaun dengan getir memaklumkan berdirinyaRepublik Sosialis Indonesia menantang Soekarno.
Padahal saat itu Belandatengah mengharu biru hendak melenyapkan negara muda itu. Batalyon-batalyondari Siliwangi yang baru saja melakukan long march ke Jogja dikerahkanmenghantam tentara-tentara sosialis di Madiun, Ngawi dan Nganjuk. Perangsaudara pertama ini akhirnya dimenangkan Soekarno dan Semaun terbunuh.Soekarno diam-diam menahan pedih hatinya menyaksikan jenazah sahabatnya dimasa muda itu. Dia menyalahkan Muso dan Amir Syarifudin yang dianggapnya taksabaran.
Setahun berikutnya, di Malang Bong, Jawa Barat sahabatnya yang lainmendeklarasikan Negara Islam Indonesia lengkap dengan Qanun Asasi, tentara,aparat dan susunan pemerintahan dan negara-negara bagian di Aceh-Sumatera,Sulawesi dan Kalimantan. Sekarmaji menjadi Imam negara Indonesia yangberdasarkan mistisisme Islam itu.Soekarno memerintahkan Nasution, tentara muda yang Panglima Divisi Siliwangiitu untuk kembali ke Jawa Barat. Tiga belas tahun lamanya perang saudara itumenghancurkan Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.Nasution menyodorkan taktik Pagar Betis (Pasukan Gabungan Rakyat BerantasTentara Islam), yang sebetulnya adalah gubahan jenius taktik perangWehrkreise jaman perang di Jogja saat menghadapi Belanda. Taktik iniberhasil dan Sekarmaji akhirnya tertangkap. Orang tua yang sakit-sakitan,Imam negara Islam itu ditahan dan diberlakukan dengan hormat oleh Soekarno.
Bagaimanapun Sekarmaji adalah bekas teman sekosnya dulu di rumah Pak Tjokro.Tapi markas besar tentara punya pendapat lain. Sekarmaji akhirnya dibawa kesalah satu gugusan pulau di Kepulauan Seribu lepas pantai Jakarta, disanasudah menunggu tujuh perwira menengah, diantaranya adalah Yani, Soepraptodan Panjaitan serta satu regu tentara dari kesatuan Sandi Yudha.Sekarmaji akhirnya dieksekusi dan dimakamkan di situ pada dini hari.Soekarno marah besar saat mendapat laporan kejadian tersebut dari AhmadYani. "Mengapa sahabatku dibunuh ?" teriaknya berang.Padahal, dia ingin menggunakan Sekarmaji untuk membujuk para jenderal DI/TIInya di Aceh dan Makassar yang terus melawan untuk mengakhiri perang secaradamai. Akibat kematian Sekarmaji, Nasution digeser dari pimpinan puncakAngkatan Darat dan ditunjuk dalam jabatan seremonial : Kepala Staf AngkatanBersenjata. Yani, wakilnya ditunjuk menggantikannya sebagai PanglimaAngkatan Darat.Kehilangan Semaun dan kemudian Sekarmaji membuat Soekarno dalam penyesalanpanjang.Dia lantas menyodorkan konsep penyatuan ketiga aliran ideologis itu, danmenamakannya Nasakom.Nasionalis yang anti kapitalisme.Agama (Islamisme) yang trans-nasional dan dominan di Asia/AfrikaKomunisme yang juga bersifat internasional dan membenci liberalisme."Nasakom adalah metamorfosis dari Pancasila," begitu pernah dikatakanSoekarno suatu kali pada Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Komite Sentral PKID.N. Aidit pada suatau acara rehat minum kopi di istana negara.Gagasan Nasakom belum lagi matang, ketika akhirnya tragedi 1965 terjadi.
Gerakan tiga kaki Nasakom dihancurkan, dan rezim militer Soeharto yang probarat dan senang bernepotisme naik ke panggung politik nasional. Sejakjatuhnya Soekarno itulah, hilang jugalah kepemimpinan efektif dankharismatik yang disegani dunia dari bumi Nusantara.
Rezim ini baru bisa dihentikan (tepatnya dikurangi kekuatannya sebagian)pada tahun 1998.

Tan Malaka lagi ( Draft)
Menurut pendapat saya, Tan Malaka adalah seorang penganut sosialisme dan komunisme, meski beliau seorang muslim. Ini nanti akan terlihat dari solusi yang beliau tawarkan. Adalah sangat mungkin seorang muslim memilih tiga ideologi saat ini (sosialis-komunis, kapitalisme atau Islam). Bila membaca buku Tan Malaka, saya bisa memahami kenapa kemudian penganut sosialis (cenderung memakai non kekerasan) dan komunis (memakai kekerasan dalam revolusi) sangat benci kolonialis-imperialisme-kapitalisme-liberalisme. Teman-teman sosialis dan komunis memang cenderung nasionalis (Cina, Cuba, Chili dll) Bila saya memperbandingkan cara berpikir dekonstruksi penganut ideologi sosialis dan komunis realitif sama dengan ideologi Islam yang saya sedang pelajari.
Perbedaannya adalah rekonstruksi-nya (solusi yang ditawarkan), Islam memiliki jawaban yang lebih komprehensif tidak hanya meliputi nasional (bangsa) tapi (bahkan harus) meliputi trans-nasional. Sisi lain sosialisme-komunisme lebih mengedepankan dekonstruksi-konstruksi kebijakan di bidang ekonomi dan politik, sedangkan Islam yang sifatnya komprehensif bisa melakukan dekonstruksi-konstruksi di semua bidang komprehensif dan lengkap termasuk sosial, budaya, perkawinan, hukum dll. Kedua metode perubahan mayarakat yang dilakukan komunisme bila perlu memakai kekerasan untuk melakukan , sedangkan Islam harus non kekerasan seperti yang dilakukan Rasulullah mewujudkan Madinah Munawarah tanpa kekerasan sedikit pun. Kekerasan akan menimbulkan kelompok baru yakni kelompok sakit hati sekali! Oleh karenanya, umumnya kemenangan ideologi sosialis dan komunis bersifat sementara atau bahkan gagal, yang kemudian akan kembali dimenangkan kembali oleh Neokolonialisme dengan tawaran gaya kolonialisme yang terbaru dan bungkusan baru. Maka perlu alternatif solusi lain sebagai penyempurna.
Namun demikian, ketika membaca buku Tan Malaka, saya serasa melihat dengan benderang kolonialisme di Indonesia dan dunia akibat negara ideologi Kapitalis (adidaya -AS dan Independen (Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dkk).

Walahu a'lam bi sawwab

UNESCO : Keris Indonesia Warisan Budaya

17/07/08 07:52Unesco Kukuhkan Keris Indonesia Sebagai Warisan DuniaDenpasar, (ANTARA News) -

UNESCO yang merupakan organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik di dunia."Dunia telah mengakui keberadaan keris Indonesia, sekaligus mendapatpenghargaan dunia sejak 25 Nopember 2005," kata pendiri sekaligus Direktur Museum Neka Ubud, Pande Wayan Suteja Neka, Kamis. Ia mengatakan, sejumlah negara antara lain Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina, hingga kini belum berhasil mengukuhkan kerisnya untuk diakui dunia. Keris Indonesia, termasuk Bali, diakui sebagai karya agung warisan dunia mendorong menjadikan keris untuk menambah koleksi museum yangtelah dirintisnya sejak 26 tahun silam. "Sejak tahun 1970 saya telah memburu dan mengoleksi keris, namun baru ada keinginan untuk dijadikan koleksi museum bersama 413 koleksilukisan dan patung," tutur Suteja Neka.
Tambahan 218 keris tersebut merupakan hasil seleksi secara ketat yang dilakukan pakar dan pejuang keris (Mpu) Indonesia Ir Haryono Haryoguritno dan Sukoyo Hadi Nagoro. Keris merupakan senjata tradisional yang sangat berperan dalamkehidupan manusia pada jaman dahulu hingga sekarang. Kebiasaan memanfaatkan senjata keris sebagai senjata, benda berwasiat dan kelengkapan upacara keagamaan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakan Hindu di Bali.

"Keris yang dijadikan koleksi museum karena unsur keindahan dan seni,bukan karena berwasiat," ujar Suteja Neka.Ia merupakan pewaris pembuat peralatan perang, khususnya kerisbertuah, bahkan leluhurnya Pande Pan Nedeng adalah Mpu Keris dariKerajaan Peliatan-Ubud semasa Raja Peliatan ke-3, Ida Dewa AgungDjelantik yang menduduki tahta pada abad 19 (1823-1845).Pande Wayan Neka (1917-1980), ayah Pande Wayan Suteja Neka, dikenalsebagai seniman patung dengan karya-karya yang unik dan bermutu,antara lain patung garuda yang dibuat setinggi tiga meter untuk NewYork World Fair, Amerika (1964).Lewat museum Neka yang dirintis 26 tahun silam diharapkan mampumelestarikan dan mengembangkan keris sebagai karya agung yangkeberadaannya kini telah diakui dunia, harap suteja Neka.(*)COPYRIGHT © 2008

Jumat, 18 Juli 2008

Sejarah Penemuan Fosil Manusia Purba, Manusia Kera dan Manusia Modern

Sejarah Penemuan Fosil Manusia Purba, Manusia Kera dan Manusia Modern - Teori Perkembangan Evolusi Antar Waktu Arkeologi Biologi

Secara umum penemuan fosil manusia dari jaman ke zaman terbagi atas tiga kelompok, yaitu manusia kera, manusia purba dan manusia modern.
Yang perlu diingat adalah bahwa teori ini hanya dugaan dan tidak terbukti kebenarannya karena teori evolusi telah runtuh. Fosil manusia lama yang ditemukan bisa saja bukan fosil manusia atau manusia yang memiliki bentuk ciri tubuh yang unik, atau bahkan hasil rekayasa.

A. Manusia Kera dari Afrika Selatan
1. Australopithecus AfricanusAustralopithecus africanus ditemukan di desa Taung di sekitar Bechunaland ditemukan oleh Raymond Dart tahun 1924. Bagian tubuh yang ditemukan hanya fosil tengkorak kepala saja.
2. Paranthropus Robustus dan Paranthropus Transvaalensis Dua penemuan tersebut ditemukan di daerah Amerika Selatan dengan ciri isi volume otak sekitar 600 cm kubik, hidup di lingkungan terbuka, serta memiliki tinggi badan kurang lebih 1,5 meter. Kedua fosil menusia kera tersebut disebut australopithecus.

B. Manusia Purba / Homo Erectus
1. Sinanthropus Pekinensis. adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di gua naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz Weidenreich. Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok pithecanthropus karena memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup di era zaman yang bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi otak sekitar kurang lebih 900 sampai 1200 cm kubik.
2. Meganthropus Palaeojavanicus / Manusia Raksasa Jawa. Meganthropus palaeojavanicus ditemukan di Sangiran di pulau jawa oleh Von Koningswald pada tahun 1939 - 1941.
3. Manusia Heidelberg. Manusia heidelberg ditemukan di Jerman
4. Pithecanthropus Erectus. Pithecanthropus erectus adalah manusia purba yang pertama kali fosil telang belulang ditemukan di Trinil Jawa Tengah pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois. Pithecanthropus erectus hidup di jaman pleistosin atau kira-kira 300.000 hingga 500.000 tahun yang lalu. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.
C. Manusia Modern. Pengertian atau arti definisi manusia modern adalah manusia yang termasuk ke dalam spesies homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup sekitar 15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Manusia modern disebut modern karena hampir mirip atau menyerupai manusia yang ada pada saat ini atau sekarang.
1. Manusia Swanscombe - Berasal dari Inggris
2. Manusia Neandertal - Ditemukan di lembah Neander
3. Manusia Cro-Magnon / Cromagnon / Crogmanon - Ditemukan di gua Cro-Magnon, Lascaux Prancis. Dicurigai sebagai campuran antara manusia Neandertal dengan manusia Gunung Carmel.
4. Manusia Shanidar - Fosil dijumpai di Negara Irak
5. Manusia Gunung Carmel - Ditemukan di gua-gua Tabun serta Skhul Palestina
6. Manusia Steinheim - Berasal dari Jerman

Minggu, 13 Juli 2008

diantara kisah-kisah ada pelajaran

Blog ini baru bersifat latihan. apakah ada faedah atau akan berlanjut akan dilihat selanjutnya

nantinya blog ini akan berguna untuk pembelajaran sejarah di SMA.
Semoga dengan kehadiran blog ini akan semakin menyemarakan pembelajaran di SMA dalam upaya menyongsong Sekolah kategori mandiri (SKM)
Bravo Sejarah