Upaya pemerintah Indonesia mendorong pembangunan (baca kapitalis) di pedesaan menciptakan kondisi-kondisi yang jauh lebih memungkinkan daripada dapat dibayangkan pada dua puluh tahun yang lalu (atau di Filipina dewasa ini ), bahwa pasar lokal dan perusahaan ukuran menengah akan berkembang guna melengkapi perusahaan besar di ibu kota. Sejauh ini hanya Malaysia dan Singapura yang memiliki infastruktur, keahlian dan jalinan hubungan yang diperlukan untuk pertumbuhan kapitalis yang berlanjut.
Ada dua faktor yang menentukan dalam sejarah perkembangan kelompok kapitalis itu pada struktur kekuasaan politik dalam negeri yang selalu berubah yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luarnya adalah kertegantuangan pada modal asing dan jaringan perdagangan/keuanga yang dibangun Thailand.
Para bankir terkemuka membangun usaha mereka dengan koneksi langsung dengan para pemegang kekuasaan politik dan para pemuka industri olahan dengan kerjasama dengan modal asing, tetapi tidak berarti bahwa pola ketergantungan yang telah lama terbentuk ini menunjukan bahwa Thailand hanyalah sebuah masyarakat kapitalis yang tergantung seperti dikatakan oleh teori ketergantungan, sebab ketergantungan ekonomi Thai pada dasarnya berkaitan dengan cara-cara menghimpun modal tertentu oleh kelompok-kelompok usaha dalam negeri dan tidak mencerminkan hakikat keseluruhan sistem ekonomi pada tingkat negara-bangsa.
Orang (pengusaha keturunan) Cina telah menjadi pelopor dalam berbagai cabang industri pengolahan diseluruh Asia tenggara, seperti mengolah pangan, membuat sabun, minyak goreng, korek api dan rokok, serta biscuit. Memang benar semua kegiatan ini berukuran kecil yang tidak menuntut dana besar dan cara mengelola seperti dituntut perusahan-perusahaan besar masa kini.
Hal yang lebih penting barangkali ditekankan adalah bidang usaha yang benar-benar paling banyak menghasikan uang pada tahun-tahun terakhir adalah bidang perdagangan dan usaha tanah serta bangunan dengan masa perputaran yang pendek atau jasa keuangan, perbanakan, asuransi dan kontruksi bangunan.
Modal cenderung mengalir masuk kebidang kegiatan dengan tingkat keuntungan tertinggi dan dalam situasi perekonomi pada puluh tahun terakhir ini, industri pengolahann sering tidak menghasilkan laba yang cukup tinggi. Tiapan-taipan baru pada akhir zaman penjajahan seperti TAN KAH KEE, AW BOON HAW dan OEI TIONG HAM telah memiliki koneksi di luar negeri tetapi para pengusaha Cina Asia Tengara masa kini sedang menanamkan modal yang lebih besar lagi di seluruh kawasan.
Banyak yang memiliki hubungan dengan Hogkong sebagi sumber dana, tenpat menyimpan uang untuk kebutuhan dimasa depan atau sebagai batu loncatan untuk masuk pasar Cina. Masyarakat Cina telah berubah secara mendalam dan organisasi-organisasi sosial biasa memenuhi kebutuhan yang biasa diurus oleh lembaga-lembaga Cina. Kecuali di Filifina, Siang Hweee telah lenyap dan perkumpulan komunitas tradisional sedang mengalami kelesuan.
Makin banyak orang Cina Asia Tenggara mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang Thai, Indonesia atau Malaysia meski secara perlahan dan dengan kecepatan yang berbeda-beda dan demikian pula halnya dengan pengusaha Cina Asia Tenggara.
Dalam uraian buku ini dikemukan pula penjelasan segi politik bagi perbedaan-perbedaan yang ada dalam perkembangan modal lokal antara Thailand dan Filipina, basis yang sempit pada pemerintahan Marcos, birokrasi serta sistem keuangan yang dijadikan pion politik dan strategi pembangunanya yang padat modal, memperbesar hambatan bagi sebagian besar perusahaan lokal untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi dan menghilangkan kendala-kendala pasar bagi Delta.
Sebaliknya, di Thailand, distribusi kekuasaan politik dan ekonominya lebih bersaing, birokrasi dan sistem keuangannya boleh dikatakan netral dan pendekatanya pada perkembangan industri lebih sederhana, semua ini membuka peluang dan disiplin yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan lokal.
Dampak suku bangsa lebih baik disimak dalam kaitan dengan latar belakang politik bersangkutan. Jaringan organisasi dan keuangan yang telah berkembang dapat dijumpai dalam masyarakat Cina dikedua negara itu. Sumbangan mereka pada pertumbuhan perusahaan-perusahaan Thai mencerminkan kekuatan politik perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di Thailand, bukan kekuatan masyarakat Cina sendiri.
Implikasi yang lebih luas dari dua kasus adalah analis pada perusahaan mobil di Filipina sesuai kajian Peter Evans mengenai rezim Marcos bahwa rezim itu dapat dikatakan sama dengan “tradisi coundillo” (komandan) di Amerika Latin – Pemerintah tangan besi oleh militer. Bagi Evans alternatif bagi gaya pembangunan seperti itu adalah “Otoritisme birokrasi gaya Asi Timur “. Tidak diragukan lagi memang bahwa sistem negara kuat di Korea Selatan dan Taiwan berhasil memperbesar secara berarti modal pribumi, tetapi mengingat asal usul yang khas dari negara-negara Industri Baru Asia, kemungkinan besar tidak banyak yang akan dapat meniru politik pemerintahan Korea Selatan dan Taiwan.
Sistem Thailand yang digambarkan dalam kajian ini mewakili sebuah alternatif pembangunan yang lain, suatu alternatif yang barangkali agak lebih sesuai dengan keadaan setempat bagi negara-negara dengan struktur pemerintahan yang belum tersusun dengan baik. Disini negara berperan sebagai poelopor tetapi sama sekali tidak keras dan otonom. Negara mampu mengambil prakasa dan ini dimungkinkan dalam dunia usaha lokal, sedangkan pengaruhnya pada perekonomian lebih ditentukan oleh perannya dalam perundingan-perundingan panjang dengan himpunan-himpunan perusahaan sawasta, bukan karena keahlian memadu insentif dengan penggunaan kekuasaan yang keras. Inilah yang dinamakan gaya koalisi pertumbuhan yang berpijak pada inisiatif dari bawah. Karena itu gaya ini tidak terlalu efisien dibandingkan dengan cara yang digunakan Korea Selatan dan Taiwan untuk menghimpun modal lokal dan membangun infastruktur. Bahkan ada kemungkinan bagi Thailand bahwa ketika industri di negeri itu sudah semakin berkembang, mungkin akan muncul tantangan-tantangan yang melampaui kemampuan struktur politiknya untuk menghadapi. Tetapi sejauh ini, hubungan-hubungan yang ada telah menyediakan lahan yang subur bagi tempat awal perusahaan dalam negeri untuk berkembang.
RINGKASAN BAB DEMI BAB
Bab 1
Wujud Wira Usaha Asia Tenggara – Ruth McVey, Upaya pemerintah Indonesia mendorong pembangunan kapitalis di pedesaan menciptakan kondisi-kondisi yang jauh lebih meemungkinkan daripada dapat dibayangkan pada dua puluh tahun yang lalu (atau di Filipina dewasa ini ), bahwa pasar lokal dan perusahaan ukuran menengah akan berkembang guna melelngkapi perusahaan besar di ibu kota. Sejauh ini hanya Malaysia dan Singapura yang memiliki infastruktur, keahlian dan jalinan hubungan yang diperlukan untuk pertumbuhan kapitalis yang berlanjut.
Hal ini memberikan Malaysia dan Singapura keunggulan yang nyata dalam persaingan untuk menarik investasi asing kendati biaya tenaga kerja lebih tinggi, sebuah pelajaran yang tidak pernah dilupakan pembuat keputusan di Thailand dan Indonesia. Sejauh ini, relatif sedikit kajian yang menelaah aspek-aspek ekonomi-politik pembangunan kapitalisme yang sedang berlangsung di tingkat perusahaan menengah dan kecil, tetapi ini jelas harus mendapat prioritas tinggi dalam kajian ilmiah diperguruan tinggi.
Hal yang menentukan keputusan startegis para pembuat kebijaksanaan Asia tenggara akan semakin banyak berupa interaksi antara kepentingan-kpentingan rumit – birokrasi, politik dan dunia usaha, nasional dan wilayah asia tenggara, kepentingan – kepentingan itu ajkan semakin banayak di ungkapkan melalaui hubungan jariangan patron-klise yang hanya mencakup dua pihak. Munculnya kelompok-kelompok semacam itu dan peranannya hanya baru-baru ini saja mulai menjadi fokus untuk bahan kajian, meskipun minat untuk itu besar mengingat implikasinya bagi perubahaan politik dan ekonomi.
Apakah industri akan berkembang subur atau tidak di Asia Tenggara dapat kita pastikan bahwa kapitalisme akan terus membawa perubahan pada wilayah ini. Kelompok-kelompok perusahaan dalam negeri dengan susunan khusus, bidang usaha dan jalur hubungan sendiri dengan penguasa politik, muncul dan dibentuk karena kelompok perusahaan itu terlibat dalam sistem pasar dunia dan dari sistem pasar dunia ini perekonomian Asia Tenggara tidak mungkin dapat, kecuali melalui revolusi, menarik diri seperti kita lihat, keterlibatan ini telah berjalan sejak zaman (semi-) kolonialisme, jauh sebelum kapitalisme dalam negeri yang cukup berarti mulai muncul, sehingga apa yang kita saksikan bukanlah pemutusan hubungan dengan masa lalu tetapi ungkapan hubungan-hubungan yang sebelumnya disembunyikan oleh kebijakan pemerintah untuk mempertahankan tradisi oleh penyesuaian sosial ”Pascatradisional”, dan oleh asumsi-asumsi para pengamat.
Bab 2
Perkembangan Kapitalis di Thailand Pascaperang : Bankir, Elite industri dan Kelompok Argobisnis – Akira Suehiro, Ada dua faktor yang menentukan dalam sejarah perkembangan kelompok kapitalis itu pada struktur kekuasaan politik dalam negeri yang selalu berubah yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luarnya adalah kertegantuangan pada modal asing dan jaringan perdagangan/keuanga yang dibangun Thailand.
Para bankir terkemuka membangun usaha mereka dengan koneksi langusng dengan para pemegang kekuasaan politik dan para pemuka industri olahan dengan kerjasama dengan modal asing, tetapi tidak berarti bahwa pola ketergantungan yang telah lama terbentuk ini menunjukan bahwa Thailand hanyalah sebuah masyarakat kapitalis yang tergantung seperti dikatakan oleh teori ketergantungan, sebab ketergantungan ekonomi Thai pada dasarnya berkaiatan dengan cara-cara menghimpun modal tertentu oleh kelompok-kelompok usaha dalam negeri dan tidak mencerminkan hakikat keseluruhan sistem ekonomi pada tingkat negara-bangsa.
Pengembangan industri berorientasi ekspor juga berdampak pada kelompok industri Thai karena perkembangan itu menuntut mereka untuk terus menggunakan teknologi perusahaan baru, menjaga mutu dengan ketat dan memperbaiki sistem pengolahan agar dapat bersaing diluar negeri. Tuntutan ini diluar kemampuan beberap kelompok indutri yang masih berpegang pada metode lama untuk menghimpun modal.
Perkembangan kelompok-kelompok kapitalis baru yang tidak lagi tergantung pada perlindungan politik dan mampu bersaing dipasar dunia berangsur-angsur mengubah cara perusahaan Thai menghimpun modal dan ini pada gilirannya mengharuskan kita untuk siap mengubah pandangan kita mengenai hakikat kapitalisme Thailand.
Bab 3
Perkembangan Industri dan perkembangan Ekonomi – Politik Modal : Kasus Indonesia - Richard Robinson, Pendekatan kaum strukturalis menekankan kekuatan kapitalis karena kelas Kapitalis adalah kelas yang mau tidak mau harus ada sebagai mesin pendorong perekonomian. Dalam arti ini kaum kapitalis menjalankan kekuasaan veto atas negara dan pemimpin negara, meski memiliki otonomi hingga tingkat tertentu, harus selalu mempertimbangkan dampak dari kerbjiksaan yang mengancam arus investasi.
Banyak dari perkembangan baru-baru ini di Indonesia menunjukan munculnya hubungan struktural seperti tersebut diatas, sebagai contoh pembaruan perdagangan dan kelonggaran kebijaksanaan yang mengatur masuknya modal asing jelas bertentangan dengan kepentingan jangka pendek kelompok-kelompok pengusaha yang berpengaruh atas pusat-pusat kekuasaan, tetapi pada waktu bersamaan kebijakan itu tidak dijalankan secara instrumen pada kelompok-kelompok politik yang mewakili kepentingan investor asing yang potensial atau para produser industria olahan di hilir.
Makna politik dari pergeseran dari ekonomi berorientasi kedalam menjadi ekonomi berorientasi ekspor tidak terlalu istimewa. Perubahan itu pada dasarnya berkisar pada membuka perekonomian Indonesia bagi investasi akan bergantung sebagaian besar pada ada tidaknya kondisi yang menarik bagi para invesor internasional.
Bila modal internasional kembali muncul sebagi unsur yang menetukan dan kembali perlu ditekankan bahwa unsur ini dapat mencakup kapitalis Indonesia, kekuatan modal untuk menetapkan secara umum agenda kebijakan negara akan meningkatkan sejalan dengan keberhasilan memperkokoh landasan kekuatan sosial politiknya diluar apartur negara.
Bab 4
Kewirausahaan dan proteksi dalam industri jasa perminyakan Indonesia – Jean Aden, Mengingat peranan proteksi pemerintah yang menentukan bagi masuknya perusahaan Indonesia kedalam pasar jasa perminyakan, pemilik dan pengelola perusahaan-perusahaan itu dapat berkembang menjadi sebuah ekite pengusaha yang mampu berdiri diatas kaki sendiri.
Yang dimaksud proteksi adalah kebijaksanaan mengalihkan biaya yang lebih tinggi pada industri yang baru lahir kepada pemerintah dan atau klien-klien industri itu yang dalam hal ini ialah Pertamina, Departemen keuangan Indonesia dan para produser minyak asing.
Yang dimaksud dengan mampu berdiri diatas kaki sendiri adalah mampu bertahan menghadapi perubahan-perubahan pemertintah atau rezim dan menemukan sumber-0sumber dukungan baru didalam pemerintah. Strategi kelangsungan hidup yang ditempuh perusahaan jasa perminyakan yang lebih besar pada masa menciutnya sektor minyak dengan mengadakan subsidi silang, mengendurkan syarat pelunasan hutang, diversifikasi yang lebih luas, memasukan pakar pengelola perusahaan dari luar dan memanfaatkan koneksi dengan kadin, Golkar dan saluran-saluran lain yang berpengaruh pada pemerintah.
Profesionalisme yang semakin meningkat dikalangan pengusaha jasa perminyakan Indonesia dan tumbuhnya pengertian atas hal itu dalam pemerintahan memungkinkan perusahaan jasa perminyakan milik dan yang dikelola orang Indonesia untuk bertahan mengahadapi perubahan rezim dimasa mendatang. Dalam jangka panjang, karena jasa perminyakan Indonesia kecil, tantangan utama yang dihadapi perusahaan Indonesia adalah mengatasi hambatan atas daya saing internasional karena mereka tergantung pada proteksi sejak awalnya.
Bab 5
Transformasi Kelompok-kelompok Usaha Malaysia – Sieh Lee Mei Ling, Perusahan telah banyak digunakan pada masa KEB (Kebjikan Ekonomi Baru) sebagai alat untuk mengadakan perubahan susunan masyarakat. Perusahaan sebagai lembaga teah memainkan peran dalam mengerakan orang Melayu untuk memasuki dunia usaha. Para direktur dari berbagai ras dan mereka bekerja berdampingan. Pada waktu bersaam juga jelas bahwa kegiatan dunia usaha bumi putera masih bergantung pada pemerintah dan tampaknya perlu pelatihan ketrampilan dan keahlian mengelola usaha yang jauh lebih banyak jika orang Melayu ingin bersaing dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Masalah paling kritis dalam sektor perusahaan di Malaysia sekarang ini barangkali adalah masalah kontrol, kontrol dalam perusahaan oleh para pemegang saham atas pengelola dan kontrol dari luar sektor-sektor dan badan-badan berwenang terkait untuk memastikan apakah perusahaan dapat diterima didalam sitem sosial-ekonomi yang lebih besar.
Bab 6
Elite Pengusaha Cina Malaysia – Heng Pek Koon, Meskipun pada masyarakat kapitalis pada umumnya hasil kerja dan kebijaksanaan ekonomi biasanya ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi yang rasional, seperti saling pengaruh antara kekuatan penawaran dan permintaan, harga yang bersaing dan keahlian dalam mengelola perusahaan, di malaysia pertimbangan-pertimbangn semacam ini sangat kuat dipengaruhi oleh lingkungan pada masa KEB yang amat banyak diwarnai unsur politik dan terpecah dua disepanjang garis suku bangsa KEB sendiri menetapkan kerangka pokok politik tempat semua kegiatan usaha berlangsung.
Para pemuka dunia usaha Cina yang telah mencoba menjalankan perusahaan mereka dengan cara-cara yang dapat diterima oleh para perantara kekuasaan Melayu mencapai sukses yang lebih besar daripada pengusaha-penguaha lain dan lembaga-lembag Cina yang berorientasi di Cina saja.
Bab 7
Marcos, Konco-konconya dan Kegagalan Pembangunan Filifina – Gary Hawes, Marcos bukan hanya seorang politikus yang lihai, dia juga seorang yang sangat pandai meyakinkan orang dan yang dilakukannya adalah membujuk orang asing agar agar mau memberikan uang padanya. Marcos berhasil meyakinkan para investor dan para bankir Internasional bahwa dia dan para teknokratnya sedang berjuang sekuat tenaga untuk melaksanakan kebijkasanaannya yang ditentang oleh kaum tuan tanah dan kepentingan-kepentingan pengusaha yang sedang mengalami kesilitan. Kesabaran dan pengertian dan dana dalam jumlah besar dibutuhkan sebelum perjuangan itu berhasil dimenangkan.
Hubungan perlindungan politik dengan kesetiaan pada pribadi yang telah lama menjadi ciri masyarakat Filifina pada masa pemerintahan Marcos meningkat pesat hingga sangat luar biasa berlebih-lebihan. Setelah Marcos jatuh kepincangan ini berakhir, tetapi tidak mengubah struktur sosial dan tidak menyentuh berbagai masalah yang menimbulkan krisis ekonomi dan Politik.
Pemerintah penggantinya mewarisi landasan ekonomi politik yang sama, tradisi sosial dan hubungan yang sama antara kekayaan dan kekuasaan politik, para pengusaha Filipina bila ingin berhasil dibawah rezim yang baru sudah pasti akan tetap harus pandai berpolitik dan ahli berwirausaha.
Bab 8
Perubahan Pola Usaha Besar Cina di Asia Tenggara – Jammie Mackie, Pengusaha-pengusaha terkaya pada tahun 1980-an lebih banyak bergerak dibidang keuangan dan perdagangan daripada dalam industri pengolahan, ini karean orang Cina Asia Tenggara seperti kadang kala dikatakan orang tidak berminat pada industri pengolahan.
Namun pada kenyataanya orang Cina telah menjadi pelopor dalam berbagai cabang industri pengolahan diseluruh Asia tenggara, seperti mengolah pangan, membuat sabun, minyak goreng, korek api dan rokok, serta biscuit. Memang benar semua kegiatan ini berukuran kecil yang tidak menuntut dana besar dan cara mengelola seprti ditutnut perusahan-perusahaan besar masa kini.
Hal yang lebih penting barangkali ditekankan adalah bidang usaha yang benar-benar paling banyak menghasikan uang pada tahun-tahun terakhir adalah bidang perdagangan dan usaha tanah serta bangunan dengan masa perputaran yang pendek atau jasa keuangan, perbanakan, asuransi dan kontruksi bangunan.
Modal cenderung mengalir masuk kebidang kegiatan dengan tingkat keuntungan tertinggi dan dalam situasi perekonomian pada puluh tahun terakhir ini, industri pengolahann sering tidak menghasilkan laba yang cukup tinggi. Tipan-taipan baru pada akhir zaman penjajahan seperti TAN KAH KEE, AW BOON HAW dan OEI TIONG HAM telah memiliki koneksi di luar negeri tetapi para pengusaha Cina asia Tengara masa kini sedang menanamkan modal yang lebih besar lagi di seluruh kawasan.
Banyak yang memiliki hubungan dengan Hogkong sebagi sumber dana, tenpat menyimpan uang untuk kebutuhan dimasa depan atau sebagai batu loncatan untuk masuk pasar Cina. Masyarakat Cina telah berubah secara mendalam dan organisasi-organisasi sosial biasa memenuhi kebutuhan yang biasa diurus oleh lembaga-lembaga Cina. Kecuali di Filifina, Siang Hweee telah lenyap dan perkumpuan komunitas tradisional sedang mengalami keesuan. Makin banyak orang Cina Asia Tenggara mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang Thai, Indonesia atau Malaysia meski secara perlahan dan dengan kecepatan yang berbeda-beda dan demikian pula halnya dengan pengusaha Cina Asia Tenggara.
Bab 9
Politi dan Pertumbuhan Modal Lokal di Asia Tenggara : Industri Mobil di Filifina dan Thailand – Richard Doner, Penjelasan segi politik bagi perbedaan-perbedaan yang ada dalam perkemabngan modal lokal antara Thailand dan Filipina, basis yang sempit pada pemerintahan Marcos, birokrasi serta sistem keuangan yang dijadikan pion politik dan strategi pembangunanya yang padat modal, memperbesar hambatan bagi sebagian besar perusahaan lokal untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi dan menghilangkan kendala-kendala pasar bagi Delta.
Sebaliknya, di Thailand, distribusi kekuasaan politik dan ekonominya; lebih bersaing, birokrasi dan sistem keuangannya boleh dikatakan netral dan penedekatanya pada perkembangan industri lebih sederhana, semua ini membuka peluang dan dispilin yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan lokal.
Dampak suku bangsa lebih baik disimak dalam kaitan dengan latar belakang politik bersangkutan. Jaringan organisasi dan keuangan yang telah berkembang dapat dijumpai dalam masyarakat Cina dikedua negara itu. Sumbangan mereka pada pertumbuhan perusahaan-perusahaan Thai mencerminkan kekuatan politik perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di Thailand, bukan kekuatan masyarakat Cina sendiri.
Implikasi yang lebih luas dari dua kasus adalah analis pada perusahaan mobil di Filipina sesuai kajian Peter Evans mengenai rezim Marcos bahwa rezim itu dapat dikatakan sama dengan “tradisi coundillo” (komandan) di Amerika Latin – Pemerintana tangan besi oleh militer. Bagi Evans alternatif bagi gaya pembangunan seperti itu adalah “Otoritisme birokrasi gatya Asi Timur “. Tidak diragukan lagi memang bahwa sistem negara kuat di Korea Selatan dan Taiwan berhasil memperbesar secara berati modal pribumi, tetapi mengingat asal usul yang khas dari negara-negara Industri Baru Asia, kemungkinan besar tidak banyak yang akan dapat meniru politik pemerintahan Korea Selatan dan Taiwan.
Sistem Thailand yang digambarkan dalam kajian ini mewakili sebuah alternatif pembangunan yang lain, suatu alternatif yang barangkali agak lebih sesuai dengan keadaan setempat bagi negara-negara dengan struktur pemerintahan yang belum tersusun dengan baik. Disini negara berperan sebagai pelopor tetapi sama sekali tidak keras dan otonom. Negara mampu mengambil prakasa dan ini dimungkinkan dalam dunia usaha lokal, sedangkan pengaruhnya pada perekonomian lebih ditentukan oleh peranya dalam perundingan-perundingan panjang dengan himpunan-himpunan perusahaan sawasta, bukan karena keahlian memadu insentif dengan penggunaan kekuasaan yang keras. Inilah yang dinamakan gaya koalisi pertumbuhan yang berpijak pada inisiatif dari bawah. Karena itu gaya ini tidak terlalu efisien dibandingkan dengan cara yang digunakan Korea Selatan dan Taiwan untuk menghimpun modal lokal dan membangun infastruktur. Bahkan ada kemungkinan bagi Thailand bahwa ketika industri di negeri itu udah semakin berkembang, mungkin akan muncul tantangan-tantangan yang melampaui kemampuan struktur politiknya untuk menghadapi. Tetapi sejauh ini, hubungan-hubungan yang ada telah menyediakan lahan yang subur bagi tempat awal perusahaan dalam negeri untuk berkembang.
Buku Kaum "Kapitalis Asia Tenggara : Patronase, Negara dan rapuhnya Struktur Perusahaan yang di sunting oleh RUTH MC VEY ini membahas asal usul dan peranan kelompok-kelompok perusahaan besar di Asia Tenggara, untuk menjawab pertanyaan apakah benar perkembangan yang mulai pesat dibidang industri disejumlah Negara Asia Tenggara hanya suatu khayalan belaka, khayalan besar tanpa dasar – ersatz capitalism. Perkebangan kelompok-kelompok perusahaan besar dalam negri di Asia Tenggara, khususnya yang tumbuh ditahun 1970-an dan 1980-an memainkan peranan penting dalam perubahan besar Asia tenggara menjadi kawasan kapitalisme.
Buku ini baik dan sangat perlu dibaca sebagai salah satu bahan referendi untuk memperluas dan memperdalam wawasan untuk membantu memahami bagaimana sebenarnya industri berkembang disejumlah negara Asia Tenggara termasuk negeri mita tercinta Indonesia, pada akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca.